Geng Motor Vespa Berbaju Adat Ramaikan CFD, Aksi Mereka Tuai Pujian

Geng Motor Vespa Berbaju Adat Ramaikan CFD, Aksi Mereka Tuai Pujian

Geng Motor Vespa Berbaju – Car Free Day (CFD) di Jakarta pada Minggu pagi mendadak jadi ajang unjuk gigi yang tak biasa. Puluhan pengendara Vespa, tergabung dalam komunitas https://www.kellyssandwiches.com/contact/ motor klasik dari berbagai wilayah Jabodetabek, datang bukan hanya sekadar rolling thunder seperti biasanya. Mereka hadir membawa semangat budaya yang mengejutkan. Berpakaian adat dari berbagai suku di Indonesia sambil menunggangi Vespa tua yang sengaja di modifikasi sedemikian rupa ada yang penuh stiker eksentrik, ada pula yang sengaja di biarkan berkarat untuk kesan “vintage liar”.

Mereka tak sekadar lewat. Mereka mencuri perhatian. Di tengah para pejalan kaki yang tengah berolahraga ringan, anak-anak yang bermain sepatu roda, dan para penjual sarapan di pinggir jalan, rombongan Vespa ini meluncur perlahan bak pawai budaya di jalanan kota metropolitan. Setiap detil penampilan mereka menohok selendang Batak, kain tenun khas NTT, destar Sunda, hingga ornamen Papua yang mencolok, semuanya menyatu dalam satu parade yang membakar rasa ingin tahu siapa pun yang melihatnya.

Kombinasi Gila Geng Motor Vespa Berbaju Adat

Apa yang di lakukan geng Vespa ini jelas bukan hal biasa. Mereka menabrakkan dua hal yang selama ini di anggap jauh: budaya tradisional dan subkultur motor jalanan. Vespa, yang lekat dengan citra “anak jalanan nyentrik” dan kebebasan, tiba-tiba bersanding dengan identitas budaya lokal yang biasanya hadir di panggung pentas seni atau upacara adat.

Mereka menyebutnya sebagai “Rolling Budaya”, sebuah bentuk ekspresi yang tak cuma memamerkan motor tetapi juga menggugat cara kita memandang warisan leluhur. Di antara suara knalpot blar-blar dan asap mesin dua tak yang mengepul, terselip pesan yang jauh lebih dalam: budaya bukan milik museum, bukan hanya milik pejabat yang berbatik saat hari Jumat, tapi milik siapa pun, termasuk mereka yang hidup di jalanan, yang berisik, yang liar, yang tak pernah di undang ke gedung-gedung resmi.

Baca Berita Lainnya Juga Hanya Di luckyhealthspa.net

Pujian, Sorotan, dan Viral di Media Sosial

Tidak butuh waktu lama untuk aksi ini menyebar di media sosial. Video dan foto-foto parade Vespa berbaju adat membanjiri Instagram dan TikTok dengan caption beragam, dari yang takjub hingga yang penuh haru. “Baru kali ini lihat anak Vespa tampil sekeren ini,” tulis salah satu pengguna Instagram, sambil mengunggah foto seorang pria berbaju adat Bugis berdiri gagah di atas Vespa rombeng warna kuning gading.

Respons dari masyarakat yang menyaksikan langsung pun tak kalah positif. Beberapa warga bahkan terlihat mendekat, minta foto bareng, atau sekadar menyapa ramah. Tak ada kericuhan, tak ada arogansi jalanan yang biasanya melekat pada stigma geng motor. Yang ada justru rasa kagum dan rasa hormat.

Tak hanya warga biasa yang bereaksi. Sejumlah tokoh budaya dan pejabat daerah pun ikut menanggapi aksi ini sebagai “angin segar” bagi pelestarian budaya. Mereka menganggap inisiatif semacam ini sebagai bentuk kampanye budaya yang jauh lebih efektif dibandingkan sekadar seminar atau lomba pakaian adat di sekolah-sekolah.

Geng Motor yang Tak Lagi Stereotip

Apa yang di lakukan para Vespa rider ini bisa jadi tamparan bagi pandangan lama tentang geng motor. Mereka bukan sekadar kumpulan pemuda dengan jaket kulit dan tato. Itu adalah penggerak kultur jalanan yang sedang mencari jati diri, menyatukan semangat kebebasan dengan akar tradisi yang mulai ditinggalkan.

Mereka mengubah wajah CFD yang selama ini di penuhi pengunjung dengan pakaian olahraga kasual menjadi panggung budaya jalanan yang megah. Tak ada sponsor, tak ada panggung resmi. Tapi pesan yang mereka bawa justru sampai lebih kuat. Inilah kekuatan subkultur: bisa mengguncang arus utama tanpa perlu izin siapa pun.

Dengan semangat yang membakar, mereka melaju pelan. Tak untuk ugal-ugalan, tapi untuk memprovokasi pikiran: siapa bilang budaya hanya untuk orang “berpendidikan”? Siapa bilang anak jalanan tak bisa cinta tradisi? Dan siapa bilang Vespa hanya soal gaya hidup? Bagi mereka, Vespa adalah kendaraan untuk menyuarakan identitas, cara untuk menantang stigma, dan medium untuk menyulut obrolan tentang Indonesia dengan cara yang gila, liar, tapi tetap membumi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version